peta tematik klorofil-A
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Klorofil-a
merupakan indikator kelimpahan fitoplankton di perairan yang berperan dalam
proses fotosintesis. Fitoplankton berkontribusi secara besar untuk mengetahui
produktivitas primer di perairan. Produksi karbon organik selama proses
fotosintesis didefinisikan sebagai produktivitas primer atau produktivitas
primer bersih. Produktivitas primer bersih merupakan kunci pengukuran kesehatan
lingkungan dan pengelolaan sumberdaya laut (Nuzapril et al. 2017).
Saat
ini informasi mengenai sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) menjadi sangat penting
karena telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi
dengan iklim informasi mengenai kondisi oseanografis suatu wilayah perairan
misalnya kejadian upwelling. Serta
erat kaitannya dengan produktifitas perikanan (Suniada, 2016).
Pengembangan
algoritma khususnya di Indonesia dalam mengestimasi produktivitas primer
melalui pengukuran satelit masih harus banyak dilakukan. Pendugaan nilai
produktivitas primer dapat dicari menggunakan informasi nilai konsentrasi
klorofil-a. Namun, pengukuran satelit hanya mampu mendeteksi kedalaman
permukaan, sedangkan produktivitas primer berlangsung sampai kedalaman
kompensasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu kajian hubungan
antara nilai konsentrasi klorofil-a seluruh daerah eufotik dengan produktivitas
primer (Nuzapril et al. 2017).
Produktivitas
perairan tergolong tinggi apabila perairan tersebut mampu menghasilkan
bahan-bahan organik dari bahan-bahan anorganik. Peristiwa ini terjadi melalui
proses fotosintesa yang dilakukan oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah
tumbuhan air berukuran sangat kecil, terdiri dari sejumlah kelas yang berbeda.
Klorofil merupakan parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kesuburan
perairan laut. Disamping itu ada juga beberapa jenis pigmen fotosintesa lain
seperti karoten dan xantofil. Dari pigmen-pigmen tersebut klorofil-a merupakan
pigmen yang paling umum pada fitoplankton, sehingga merupakan pigmen penting
dalam proses fotosintesa (Louhenapessy dan Waas, 2009).
Usaha
untuk memprediksi daerah penangkapan ikan (fishing
ground) dapat dilakukan melalui pendekatan kondisi fisika oseanografi.
Hampir semua populasi ikan yang hidup di perairan laut mempunyai kisaran suhu
dan klorofil-a yang optimum untuk kehidupannya. Dengan mengetahui parameter
oseanografi terutama suhu dan klorofil-a optimum dari suatu spesies ikan pada
suatu perairan, maka kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan dan dapat
digunakan untuk tujuan penangkapan (eksploitasi) (Tangke et al. 2015).
Berbagai
jenis sensor satelit telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai parameter
kelautan penting dari proses-proses kelautan baik fisik, kimia dan biologi.
Misalnya sensor Coastal Zone Color
Scanner (CZCM), adalah sensor yang khusus dibuat untuk tujuan penelitian kelautan.
Secara umum inderaja warna air laut atau ocean
color merupakan inderaja yang memanfaatkan radiasi gelombang
elektromagnetik (GEM) yang dipantulkan dari bawah permukaan air laut. Radiasi
tersebut berada dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm) Radiasi pantulan ini
mengandung informasi sifat optik/biooptik air laut yang diakibatkan adanya
bahan tersuspensi dan terlarut (Louhenapessy dan Waas, 2009).
Klorofil-a
merupakan pigmen dari fitoplankton yang dapat digunakan sebagai parameter
produktivitas perairan. Konsentrasi klorofil-a diatas 0.2 mg/L menunjukkan
kehadiran kehidupan fitoplankton yang menandakan kemampuan mempertahankan
kelangsungan perkembangan perikanan komersial. Adanya pergantian musim, yaitu
saat Muson Tenggara konsentrasi Klorofil-a tinggi di wilayah selatan Jawa
hingga perairan Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan Timor, dan Selat
Madura. Sedangkan pada Muson Barat Laut konsentrasi klorofil-a tinggi di
wilayah Selat Malaka, Kalimantan Bagian Timur, dan Selat Makassar (Semedi dan Safitri,
2015).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.
Mahasiswa dapat memahami prinsip
kerja dan menggunakan perangkat lunak Ermapper
serta dapat membuat peta tematik klorofil a dengan menggunakan data yang sudah
terkoreksi.
1.3
Manfaat
Adapun manfaat dari
praktikum ini yaitu dimana mahasiswa mampu mengolah
data klorofil dan menggunakan perangkat lunak Er-Mapper dan ArcGIS serta membuat peta tematik berdasarkan metode yang digunakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klorofil-a merupakan zat hijau dalam fitoplankton.
Pengukuran konsentrasi klorofil-a perairan merupakan salah satu cara menentukan
produktifitas primer atau kesuburan suatu perairan. Pada wilayah Muara Sungai
Lumpur terjadi percampuran antara air laut dan air tawar yang masuk ke daerah
Muara melalui sungai. Perairan Muara Sungai Lumpur dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik itu fisika maupun kimia, dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor
tersebut, perubahan-perubahan sebaran konsentrasi klorofil-a wilayah ini akan
sulit di prediksi sehingga kondisi tingkat kesuburan perairan akan ikut berubah
- ubah berdasarkan musimnya (Marendy et
al. 2017).
Pengukuran
produktivitas primer secara konvensional untuk cakupan wilayah yang besar membutuhkan waktu dan biaya yang sangat
mahal. Satelit secara rutin telah menyediakan beberapa variabel biofisik
seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Data yang
telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk membuat model estimasi
produktivitas primer, sehingga estimasi produktivitas primer lebih cepat dan
efisien. Salah satu kendala membuat
model produktivitas primer menggunakan penginderaan jauh adalah bahwa sensor
satelit hanya dapat mendeteksi konsentrasi klorofil-a permukaan dan bukan
produktivitas primer (Nuzapril et al.
2017).
Klorofil-a
merupakan pigmen dari fitoplankton yang dapat digunakan sebagai parameter
produktivitas perairan. Konsentrasi klorofil-a diatas 0.2 mg/L menunjukkan
kehadiran kehidupan fitoplankton yang menandakan kemampuan mempertahankan
kelangsungan perkembangan perikanan komersial. Adanya pergantian musim, yaitu
saat Muson Tenggara konsentrasi Klorofil-a tinggi di wilayah selatan Jawa
hingga perairan Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan Timor, dan Selat
Madura. Sedangkan pada Muson Barat Laut konsentrasi klorofil-a tinggi di
wilayah Selat Malaka, Kalimantan Bagian Timur, dan Selat Makassar (Semedi dan
Safitri, 2015).
Data
yang telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk membuat model
estimasi produktivitas primer, sehingga estimasi produktivitas primer lebih
cepat dan efisien. Salah satu kendala
membuat model produktivitas primer menggunakan penginderaan jauh adalah bahwa
sensor satelit hanya dapat mendeteksi konsentrasi klorofil-a permukaan dan
bukan produktivitas primer. Pengukuran produktivitas primer secara konvensional
untuk cakupan wilayah yang besar
membutuhkan waktu dan biaya yang sangat mahal. Satelit secara rutin telah
menyediakan beberapa variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a
dan suhu permukaan laut (Nuzapril et al.
2017).
Klorofil-a
yang terkandung dalam fitoplankton dapat dideteksi menggunakan sensor satelit.
Sedangkan pemanfaatannya untuk kegiatan budidaya, identifikasi daerah
penangkapan spesies ikan tertentu, dan peruntukan lainnya, dapat ditentukan
menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Interaksi kedua sistem tersebut
dalam bidang perikanan dewasa ini telah banyak digunakan dan telah terbukti
keberhasilannya (Louhenapessy dan Waas, 2009).
Konsentrasi
klorofil-a yang dikenal sebagai pigmen photosintetik dari phytoplankton. Pigmen
ini dianggap sebagai indeks terhadap tingkat produktivitas biologis. Di
perairan laut, indeks klorofil-a merupakan gambaran biomassa. biomassa
fitoplankton, ini dapat dihubungkan dengan produksi ikan atau lebih tepatnya
dapat menggambarkan tingkat produktivitas daerah penangkapan ikan. Keberadaan
konsentrasi klorofil-a yang tinggi khususnya di daerah pantai mengindikasikan
keberadaan plankton yang cukup untuk menjaga kelangsungan hidup ikan pelagis
kecil ekonomis penting (Safruddin et al.
2014).
Sebaran
konsentrasi klorofil-a lebih tinggi berada di perairan pantai dibandingkan laut
lepas karena tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan. Pemantauan
kualitas perairan secara konvensional terbatas secara spasial dan temporal. Teknik
penginderaan jauh dapat digunakan untuk memonitoring kualitas perairan baik
secara spasial maupun temporal. Analisis citra satelit juga dapat
mengindentifikasi eutrofikasi menggunakan pengamatan multitemporal melalui
penginderaan jauh (Nuzapril et al.
2017).
Klorofil-a merupakan
salah satu pigmen yang terdapat dalam fitoplankton yang berperan untuk
melakukan fotosintesis. Untuk mengetahui tingkat kesuburan dan kualitas suatu
perairan dapat dilihat dari besarnya nilai klorofil-a yang terdapat pada perairan
tersebut.Selain dari konsentrasi klorofil-a, fitoplankton juga dapat
diidentifikasi dari pola arus permukaan, upwelling,
dan front dengan asumsi bahwa daerah tempat terjadinya front, upwelling, dan
pola arus permukaan merupakan perairan yang subur. Perairan yang subur berkaitan erat dengan produktivitas
primer perairan, sedangkan produktivitas primer perairan tergambar dari
kelimpahan fitoplankton (Prianto et al. 2013).
Klorofil-a merupakan
pigmen yang terdapat pada fitoplankton yang berfungsi sebagai pengikat energi
matahari sehingga terjadilah proses fotosintesis. Pentingnya klorofil
fitoplankton sebagai suatu faktor ekologi terletak pada kegunaannya sebagai
ukuran standing-stok fitoplankton dan ukuran potensial fotosintesa suatu
perairan. Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut, yang mana sebaran dan tinggi rendahnya
konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan.
Konsentrasi klorofil-a di perairan dapat menggambarkan besarnya produktifitas
primer (Tarigan et al. 2013).
Kelimpahan ikan di suatu kawasan atau daerah dapa juga
diprediksi berdasarkan kondisi oceanografi peraira tersebut. Kondisi
oseanografi sangat berpengaruh terhadap kelimpahan ikan adalah sebaran klorofil-a
dan suhu permukaan laut. Klorofil-a merupakan sumber makanan bagi ikan di laut.
Kelimpahan klorofil-a di suatu perairan dapat menjamin kelangsungan hidup ikan.
Sedangkan Suhu Permukaan Laut merupakan salah satu factor yang mempengaruhi
kehidupan organisme di lautan, karena suhu dapat mempengaruhi metabolisme
maupun perkembangbiakan dari organisme (Mursyidin et al. 2015).
Pengukuran klorofil-a dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
konvensional dan menggunakan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh.
Pengukuran secara konvensional ataupun pengambilan data secara insitu
menghasilkan informasi yang akurat, namun memerlukan waktu dan biaya yang
tinggi, sedangkan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh berlaku
sebaliknya. Selain tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang relatif
tinggi juga dapat memberikan informasi secara time series (Marendy et al.
2017).
Keberadaan fitoplankton dan kandungan klorofil di suatu
perairan dapat dideteksi dengan bantuan penginderaan jauh. Penginderaan jauh
merupakan suatu teknik atau cara untuk mendapatkan suatu informasi objek kajian
tanpa kontak langsung dengan objek yang dikaji. Seiring dengan berkembangnya
teknologi inderaja, banyak peneliti yang melakukan kajian tersebut (Prianto et al. 2013).
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum sistem
informasi geografis ‘pembuatan peta tematik klorofil’ ini dilaksanakan pada Senin, 11 Februari 2019 dilaksanakan
dilaboratorium pukul 13:00 WIB sampai dengan selesai. Bertempat dilaboratorium
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis program studi ilmu kelautan
fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas sriwijaya.

Gambar 1. Peta lokasi praktikum sistem informasi
geografis kelautan.
3.2 Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan bahan beserta fungsinya
No
|
Alat dan Bahan
|
Fungsi
|
1.
|
Laptop/PC
|
Sebagai perangkat yang digunakan untuk praktikum.
|
2.
|
Software ArcGIS dan Er-Mapper
|
Sebagai software
yang aka dipraktikumkan.
|
3.
|
Mouse
|
Sebagai perlengkapan komputer untuk mempercepat
gerakan kursor.
|
4.
|
Data praktikum
|
Sebagai data yang akan diolah pada saat praktikum
|
3.3 Analisa Data
1.
Buka software Er-Mapper.
![]() |
2.
Kemudian
duplikat hingga 11 band dan input data sesuai band.
![]() |
3.
Kemudian klik kanan pada gambar, pilih file dan
klik save untuk menyimpan data yang telah digabungkan. Tentukan nama dan klik
ok.

![]() |
4.
Kemudian default dan klik ok.

5.
Kemudian klik
new, input data gabungan yang telah disimpan. Selanjutnya crop dan klik emc, masukkan
rumus radian dan apply changes.
![]() |
6.
Kemudian tentukan nama,klik ok dan klik default lalu ok.
![]() |
7.
Selanjutnya buka Software ArMap
![]() |
8.
Kemudian buka
Peta RBI sebelumnya lalu add data
cropingan daerah Bangka Barat maka akan muncul seperti ini.

9.
Klik geoprosessing pilih ArcToolbox seperti berikut
![]() |
10.
Pada ArcToolbox pilih spatial analyst
tools, surface dan pilih contour, untuk
pemberian kontur peta.
![]() |
11.
Lalu atur contour seperti gambar dibawah
ini lalu klik Ok.
![]() |
12.
Maka di dapatkan hasil seperti
berikut
![]() |
4.2 Pembahasan
Konsentrasi klorofil di Perairan
Kabupaten Bangka Barat ditentukan dengan algoritma Pentury (1997). Data citra
landsat 8 OLI/TIRS menampilkan sebaran klorofil di Perairan
Kabupaten Bangka Barat. Berdasarkan visualisasi data menunjukan bahwa pada daerah Perairan Kabupaten Bangka Barat gradasi merah ke hijau. Warna
merah mendominasi wilayah pesisir Kabupaten Bangka Barat, sedangkan warna hijau semakin meluas kearah laut lepas.
Warna merah pada visualisasi data citra menunjukkan tingginya klorofil pada pesisir
selatan Kabupaten Bangka Barat. Nilai klorofil menurun
kearah laut lepas, hal ini dipengaruhi oleh masukan nutrient dari daratan yang
menyebabkan tingginya nilai klorofil di pesisir selatan Kabupaten Bangka
Barat.
Pada proses penentuan sebaran
klorofil-a dilakukan proses masking atau pemisahan antara lautan dan daratan
dimana nilai pada daratan dibuat menjadi 0. Semakin kearah daratan maka
perairan tersebut akan mengandung klorofil yang lebih tinggi, hal ini
dikarenakan bahwa perairan yang dekat kearah daratan akan menerima masukan yang
lebih banyak dari daratan, yaitu berupa nutrient sehingga proses fotosintesis
akan berlangsung dengan baik dan optimum sehingga klorofil pada daerah tersebut
akan lebih tinggi dari pada di laut lepas.
Tinggi rendahnya kandungan klorofil
sangat erat hubungannya dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui
aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan selatan Kabupaten Bangka Barat. Semakin ke arah laut lepas nilai klorofil akan semakin menurun,
hal ini diakibatkan sedikitnya masukan nutrien dari daratan yang
menyebabkan kandungan klorofilnya lebih sedikit
Secara horizontal kandungan
klorofil lebih banyak ditemukan pada lapisan permukaan yang berada dekat dengan
daratan atau pesisir
dimana semakin menuju laut maka kandungan klorofil semakin rendah karena
daratan banyak memberi masukan nutien kedalam perairan. Dalam tampilan
grafis peta sebaran klorofil, terdapat warna warna yang digunakan sebagai
pembeda kontur antar variabel klorofil. Pada tampilan grafis peta sebaran
klorofil, ditambahkan skala warna pada legenda tampilan peta untuk mempermudah
dalam hal membaca peta sebaran klorofil. Sebaran dan tinggi rendahnya
konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan.
V KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum pembuatan peta tematik klorofil,
sebagai berikut :
1.
Tingginya
nilai klorofil diakibatkan oleh pengaruh aktivitas pesisir Pulau, faktor
oseanografi dan masukan air tawar dari daratan.
2.
Nilai
klorofil tertinggi berada di Pesisir Selatan
Kabupaten Bangka Barat .
3.
Nilai
klorofil semakin menurun kearah laut lepas.
4.
Konsentrasi klorofil berdasarkan citra Landsat 8 ditentukan
dengan algoritma Pentury.
5.
Nilai
klorofil tertinggi berwarna
merah dan terendah warna hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Louhenapessy
D, Waas HJD. 2009. Aplikasi teknologi remote sensing satelit dan sistem
informasi geografis (SIG) untuk memetakan klorofil-a fitoplankton. Jurnal Triton Vol. 5 (1): 41 – 52.
Marendy F, Hartoni,
Isnaini. 2017. Analisis pola sebaran konsentrasi klorofil-a menggunakan citra
satelit landsat pada musim timur di perairan sekitar Muara Sungai Lumpur
Kabupaten Oki Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Maspari Vol. 9 (1): 33-40.
Mursyidin, Khairul M,
Muchlisin ZA. 2015. Prediksi zona tangkapan ikan menggunakan citra klorofil-a
dan citra suhu permukaan laut satelit aqua MODIS di Perairan Pulo Aceh. Jurnal Rekayasa Elektrika Vol. 11 (5):
176-182.
Nuzapril
M, Susilo SB, James P, Panjaitan. 2017. Hubungan antara konsentrasi klorofil-a
dengan tingkat produktivitas primer menggunakan citra satelit Landsat-8. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan
Vol. 8 (1): 105-114.
Prianto, Ulqodry TZ,
Riris A. 2013. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Selat Bangka dengan
Menggunakan Citra Aqua-Modis Jurnal
Maspari Vol. 5 (1): 22-33.
Safruddin,
Zainuddin M, Tresnati J. 2014. Dinamika perubahan suhu dan klorofil-a terhadap
distribusi ikan teri (stelophorus spp)
di perairan pantai Spermonde, Pangkep. Jurnal
IPTEKS PSP Vol. 1 (1): 11-19.
Semedi
B, Safitri NM. 2015. Estimasi distribusi klorofil-a di perairan selat Madura
menggunakan data citra satelit Modis dan pengukuran in situ pada musim timur. Research Journal Of Life Science Vol. 2 (1): 40-49.
Suniada
KI. 2016. Perbandingan antara informasi suhu permukaan laut dari data satelit
dengan hasil pemodelan di WPP NRI-716. Jurnal
Bumi Lestari Vol. 16 (1): 32-37
Tangke
U, Karuwal JC, Zainuddin M, Mallawa A. 2015. Sebaran suhu permukaan laut dan
klorofil-a pengaruhnya terhadap hasil tangkapan Yellowfin tuna (thunnus albacares) di perairan laut
Halmahera bagian selatan. Jurnal IPTEKS
PSP Vol. 2 (3): 248-260
Tarigan MS, Ngurah N,
Wiadnyana. 2013. Pemantauan konsentrasi klorofil-a menggunakan citra satelit
terra-aqua modis di Teluk Jakarta. Jurnal
Kelautan Nasional Vol. 8 (2): 81-89.
Komentar
Posting Komentar